Nitikan.id – Banyaknya aksi protes dan penolakan dari berbagai pihak terhadap RKUHP tidak menyurutkan DPR untuk mengesahkan pasal-pasal yang dianggap bermasalah dan berpotensi menjadi alat kriminalisasi hingga mengancam kebebasan demokrasi dan berpendapat.
Salah satu pasal di RKUHP yang dinilai bisa menyasar pers dan pekerja media adalah soal penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong. Jika seseorang menyebarkan berita bohong dan memicu kerusuhan, dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.
Hal tersebut dijelaskan pada Pasal 263 Ayat 1. Berikut isinya:
“Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V,” demikian bunyi Pasal 263 Ayat 1.
Kemudian, di ayat selanjutnya juga dikatakan setiap orang yang menyebarkan berita yang diduga bohong dan dapat menimbulkan kerusuhan, maka bisa dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda Rp 200 juta.
“Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp 200 juta,” demikian bunyi Pasal 263 Ayat 2.
Tak hanya perihal menyebarkan berita bohong atau yang diduga bohong, RKUHP ini juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp 10 juta, sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia.
Hal itu tertuang dalam pasal 264.
“Setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi pasal 264.
Pasal tersebut mendapat sorotan dari Koalisi Masyarakat Sipil karena dapat digunakan untuk mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan pers.
“Terlebih aturan tentang pemberitaan telah diatur melalui mekanisme UU Pers yang kewenangannya ada di bawah Dewan Pers,” kata mereka.
Hina Pemerintah di Medsos Dihukum 4 Tahun Penjara
Aturan yang mengatur tentang ancaman bagi yang menghina pemerintah tertuang dalam Pasal 249. Dikutip detikcom dari draf RKUHP yang didapat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), begini bunyinya:
Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Kerusuhan yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang (anarkis) yang menimbulkan keributan, kerusuhan, kekacauan, dan huru-hara.
Namun, hukuman dinaikkan menjadi 4 tahun penjara bila penghinaan dilakukan lewat media sosial atau menyebarkannya hingga diketahui oleh umum. Dilansir dari detikcom, hal itu diatur dalam pasal 241 yang berbunyi:
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Meski sudah disahkan di 6 Desember 2022 lalu, RKUHP baru bisa berlaku efektif pada 2025 mendatang karena harus mengalami masa transisi 3 tahun.