Nitikan.id – Siti Dyah Sujirah alias Sipon istri Wiji Thukul, penyair dan aktivis yang hilang tahun 1998, meninggal dunia pada Kamis, 05 Januari 2023 dan akan dimakamkan hari ini di kota kediamannya, Solo.
Adik kandung Wiji Thukul, Wahyu Susilo mengkonfirmasi kebenaran berita meninggalnya istri dari sang kakak melalui postingan di Instagram.
“Sugeng tindak mbak Pon. Semoga ketemu kangmas Thukul,” tulisnya, Kamis (05/01/2023). Ia pun mendoakan agar putra-putri dari Wiji Thukul dan Sipon diberikan ketabahan. “Fajar Merah dan Nganthi Wani tabah ya,” tulis Direktur Eksekutif Migrant Care itu.
Berdasarkan surat lelayu yang beredar, Sipon meninggal dunia di RS Hermina Solo sekitar pukul 13.01 WIB. Jenazah akan disemayamkan di rumah duka, RT 001/RW 014 Kelurahan Jagalan, Jebres, Solo.
Selanjutnya akan dimakamkan di Astana Purwoloyo, Pucangsawit, Jebres, Solo, pada Jumat (6/1/2023) pukul 10.00 WIB. Sipon meninggalkan dua orang anak, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah, serta seorang cucu bernama Sava Azalia Ratu Anjani, dilansir dari Solopos (5/1/2023).
Sedangkan suaminya, Wiji Thukul yang hilang saat pergolakan reformasi 1998 hingga kini tak diketahui jelas nasib maupun keberadaannya. Wiji Thukul merupakan penyair dan aktivis yang kerap mengkritik pemerintahan Orde Baru dan kondisi sosial masyarakat.
Amnesty International Indonesia menyebut semasa hidup, Sipon terus memperjuangkan keadilan bagi sang suami. Di sisi lain, Sipon juga merintis Sanggar Suka Banjir, komunitas yang memberdayakan anak-anak dengan ekonomi rentan di kampungnya.
“Semasa hidup, Mbak Sipon tak pernah letih melawan ketidakadilan. Mbak Sipon juga merintis Sanggar Suka Banjir, komunitas yang memberdayakan anak-anak dengan ekonomi rentan di kampungnya, tulis Amnesti lewat akun Instagramnya.
Ibu Siti Dyah Sujirah atau yang dikenal dengan Mbak Sipon ini dikabarkan meninggal dunia karena serangan jantung pada hari ini.
Sebelumnya Mbak Sipon dikabarkan memiliki penyakit gula yang parah dan sudah diderita sejak lama yang membuat kakinya harus diamputasi.
Pada 1998 di masa pemerintahan Presiden Soeharto, Mbak Sipon bersama kedua anaknya yaitu Fitri Nganthiwani dan Fajar Merah terpaksa harus ditinggalkan oleh Wiji Thukul yang merupakan sosok suami dan ayah dari kedua anaknya.
Sebagai seorang aktivis dan penyair pada masa orde baru, Wiji Thukul harus menjadi salah satu buronan dari tiga belas orang yang hilang untuk melarikan diri dari kejaran aparat pemerintah pada 1997-1998 saat menjelang pergantian rezim orde baru ke reformasi.
Thukul pindah dari rumah ke rumah menghindari kejaran aparat dan Intel pemerintah. Dalam pelarian itu ia mengaku bahwa hidup menjadi buronan lebih menakutkan ketimbang menghadapi sekumpulan orang bersenjata.
Sejak dinyatakan hilang, sampai saat ini keberadaannya Wiji Thukul masih misteri apakah ia masih hidup atau sudah tiada.
Kisah keberanian Wiji Thukul dikenang dalam film berjudul “Istirahatlah Kata-Kata”. Salah satu slogan yang terkenal dari salah satu bait puisi karya Wiji Thukul berjudul “Peringatan” adalah berasal dari penggalan kalimat “Maka hanya ada satu kata: lawan!”